Minggu, 26 September 2010

satu keluarga besar!!


Suatu ketika kakak keempatku, yang biasa kupanggil mb dyah memutuskan untuk mengenakan cadar karna ia merasa tak nyaman saat dipandangi oleh orang2 bukan muhrimnya. Hal ini membuat sekeluarga gempar. Papa, mama, kakak2 perempuanku yang laen dan aku tidak mendukung keputusan mb dyah untuk menutupi wajahnya dengan selembar kain. Hanya mz kelik dan mz agus yang diam tanpa komentar, baik komentar mendukung maupun menolak. Sedangkan aku dan ‘kubu menolak’ berusaha untuk membuat mb dyah mengubah keputusannya.

Awalnya mb dyah hanya menggunakan cadar bila pergi jauh, tidak setiap kali ia keluar rumah ia menggunakan cadar. Hal ini membuat papa, aku, mb ayuk dan mb ana sedikit toleransi karna berfikir mb dyah hanya memakainya saat pergi jauh, jadi itu tak begitu masalah, berbeda dengan mama yang tetap saja tak menerimanya. Lama kelamaan mb dyah semakin mantap untuk bercadar tiap kali keluar rumah. Mb ayuk, mb ana dan papa sudah mulai menerima keputusan mb dyah, berbeda dengan aku dan mama yang semakin tak setuju. Pikiranku saat itu, keputusannya mengenakan cadar tak menyelesaikan masalahnya, karna ia malah semakin dilihat oleh orang2 dengan ‘kostum pilihannya sekarang’.

Suatu ketika semua stasiun tv, radio maupun Koran sedang heboh dengan berita tertangkapnya gerombolan teroris di beberapa daerah sekaligus. Istri dan keluarga teroris tsb diwawancari, dan hasil wawancara tersebut ditayangkan berulangulang kali. Yang masalah bagi aku dan mamaku saat itu adalah fakta bahwa semua istri dari teroris2 tsb mengenakan cadar. Hal ini membuat mama semakin khawatir dengan mb dyah, kami percaya kalau mb dyah dan keluarga kecilnya tidak terlibat apapun yang berbau teroris, namun kami khawatir akan pikiran orang2 terhadap mb dyah dan keluarga kecilnya. Orang-orang yang sudah under estimate dengan muslimah2 bercadar dan muslim2 berjenggot, walaupun saat itu, aku pun bisa dikategorikan masuk dalam ‘golongan’ orang2 tsb. Karna kekhawatiran akan hal itu, mama tiap hari ‘curhat’ ke aku bahkan kadang aku merasa mama berusaha menahan air mata yang kan tumpah. Tak hanya curhat ke aku, mama pun mengungkapkan kekhawatirannya ke mb dyah secara langsung, agar mb dyah mau melepas cadarnya. Namun kekhawatiran mama tak membuat mb dyah ragu sedikitpun atas keputusannya, bahkan berita di media massa (saat itu) pun tak digubrisnya. Ia mantap dan yakin atas keputusannya bercadar. Ia berusaha menenangkan mama, agar mama tak lagi khawatir. Namun semua itu percuma, tingkat kekhawatiran mama telah mencapai di titik tertinggi. Mama tetap saja berharap mb dyah mau melepas cadarnya suatu saat nanti.

Disaat mama khawatir, aku sedikit demi sedikit mengamati mb dyah. Apa yang berubah darinya setelah ia bercadar, adakah perubahan yang negatif hingga dapat kumanfaatkan untuk menggoyahkan keputusannya bercadar. Betapa jahatnya aku saat itu, aku hanya merasa miris, sakit dan bingung menghadapi cerita dan kekhawatiran mama. Allah memang melindungi hambaNya, baik aku yang berniat buruk, maupun mb dyah yang akan menjadi ‘korbanku’, karna sampai saat ini (sampai aku menulis ini) aku tak menemukan perubahan2 negatif pada diri mb dyah. Justru aku menemukan sosok mb dyah yang semakin rajin mengaji, mendengar kajian, dan membaca buku. Karna ‘temuanku’ itu aku tak jadi menggoyahkan keputusannya becadar. Aku diam. Tak berkomentar secara langsung akan keputusan mb dyah untuk bercadar. Yang aku lakukan saat itu hanya bercerita kepada mz agus akan ketidaksetujuanku terhadap keputusan mb dyah dan juga kekhawatiran mama. Dan tanggapan mz agus hanya beberapa kalimat seperti ini “ Kenapa kamu harus khawatir dengan keputusan mb dyah? Mb dyah udah dewasa untuk memutuskan apa yang terbaik untuknya. Ia udah berhak memilih dan ia juga berkewajiban dan mampu bertanggung jawab atas keputusannya. Keputusan apapun yang ia ambil untuk hidupnya semua konsekuensi dia yang nanggung, bukan kamu ataupun kita keluarganya. Apapun keputusannya tak akan mempengaruhi hidup kita,”. Karna kata2 ini dan fakta bahwa mb dyah tidak menunjukkan perubahan yang negatif, aku pun tak lagi menolak, namun bukan berarti aku mendukung. Aku hanya percaya bahwa mb dyah memutuskan ini semua dengan banyak pertimbangan dan udah tau semua konsekuensinya serta mampu menanggung semua konsekuensinya. Peduli amat dengan pandangan orang tentang mb dyah, yang penting mb dyah tak seperti itu, dan aku tau serta percaya bahwa mb dyah tak seperti yang banyak orang pikirkan tentang muslimah bercadar.

Lambat laun, mama tak lagi khawatir akan pikiran orang tentang mb dyah. Mama tak lagi menolak akan keputusan mb dyah, mama menerimanya. Aku bersyukur akan hal ini. Bahkan sekarang aku dengan santainya bercerita bahwa salah satu kakakku bercadar. Pernah aku bercerita tentang mb dyah ke mb nunik, temen kostku. Dan sungguh diluar dugaan reaksi mb nunik, karna mb nunik justru salut terhadap mb dyah, bahkan ia mengaku jadi ‘ngefans’ dengan mb dyah. Namun berbeda dengan salah satu teman kampusku. Pernah suatu ketika aku pergi dengannya dan kami berpapasan dengan muslimah bercadar di jalan. Seketika itu juga ia berbisik terhadapku “ta, aku kok takut ya ngeliat orang bercadar. Kamu takut juga gag?”, saat itu aku hanya tersenyum, dan menjawab “enggak, kan kakakku juga ada yang bercadar.” Sontak temanku langsung diam seribu bahasa. Di lain kesempatan aku juga bercerita dengan temanku yang lain. Melihat ekspresinya aku langsung bisa menangkap pikirannya. Dan benar saja, ternyata ia berpikir bahwa muslimah bercadar seperti mb dyah pasti tipe orang tertutup, menakutkan, keras kepala, merasa dirinya paling benar, suka mengomentari dan menasehati orang lain tentang agama. Dengan lugas aku bercerita, “bukan, itu bukan mb dyah atau bukan semua muslimah bercadar seperti itu. Mb dyah akan menasehati saat ada orang yang meminta nasehatnya, ia tak pernah komentar akan tingkah laku orang lain bahkan ia menjauhi sikap tsb, dan ia bukan orang tertutup, ia terbuka dengan perubahan, ia menerima semua tamu dengan senyum, dan ia tak pernah menganggap dirinya paling benar, karna saat aku bertanya sesuatu tentang agama Islam, ia tak hanya menjawab pertanyaanku, namun ia juga memberikan referensinya atau sumbernya kepadaku. Jangan under estimate lagi ya dengan muslimah2 bercadar..gag semuanya menutup diri, kalopun ada, mungkin memang sifatnya yang tertutup” Dan Alhamdulillah respon temanku itu baik, ia tersenyum dan bilang “ternyata cewek2 bercadar itu gag sehorror dan semenakutkan yang aku pikir”.

Di lain kejadian, mb ayuk dan mb dyah pergi berdua untuk membeli buah. Karna mb dyah yang mbonceng, otomatis mb dyah lah yang turun lebih dulu dari motor dan masuk ke toko tersebut baru setelah itu mb ayuk. Saat itu si pramusaji sedang melayani pembeli yang lain, jadi mb dyah maupun mb ayuk tidak langsung menanyakan buah yang mereka cari ke pramusaji tsb. Namun sang pramusaji tiba2 meninggalkan pembeli yang sedang ia layani untuk menghampiri mb ayuk dengan tatapan penuh curiga ke mb dyah. Saat itu mb dyah tidak menyadarinya, justru mb ayuk yang menyadarinya. Dengan sedikit jengkel akan pandangan sang pramusaji terhadap mb dyah, mb ayuk menunjuk buah yang akan ia beli. sang pramusaji pun melayani mb ayuk dan mb dyah tanpa berani mendekati mb dyah sedikitpun. Sampai di rumah, mb ayuk cerita ke kami yang menunggu di rumah. Dan bilang “anyel aku, mosok mbak’e sg jaga toko ndeloki dyah kayak wong curiga ngono!”(sebel aku, masak mbaknya yang jaga toko ngeliatin dyah kayak orang curiga gitu!). dan respon mb dyah hanya “hehehe iya pow mb? ya’e ngirane aku gowo bom kali yo..khekhekhe” (hehehe iya pow mb? mungkin mengira aku bawa bom kali mb..khekhekhe). Mendengar jawaban mb dyah kami sekeluarga tertawa geli, bukannya marah, mb dyah malah ngetawain hal itu. Mama pun bertanya “gag nesu pow yah dideloki kyk ngunu?”(yah, gag marah tow diliatin kayak gitu?). dan mb dyah jawab,”boten ma, wes biasa..hehehe” (enggak ma , udah biasa…hehehe). Kaget aku mendengar jawaban mb dyah. Namun aku juga bangga, karna mb dyah memang telah bertanggungjawab akan konsekuensi atas keputusannya bercadar. Ia tak marah walau dipandang dengan curiga oleh orang2, bahkan saat ia secara langsung dikatain anak kecil tetangganya “ih ada teroris!” ia hanya tertawa geli. Ia menanggapi semuanya dengan senyum, ia bahagia dengan keputusannya dan kami sekeluarga juga ikut bahagia melihat mb dyah bahagia. Dan semua ini membuatku yakin, bila suatu saat ada lagi orang yang under estimate terhadap mb dyah karna cadarnya, bahkan orang itu menunjukkan secara frontal ke kami dan mb dyah, maka aku yakin kami sekeluarga akan membela mb dyah, karna mb dyah adalah salah satu dari kami. Karna mb dyah adalah salah satu dari kakak bagi aku dan mb ana serta adik bagi mb ayuk, mz agus, mz kelik dan mz rudi. Karna mb dyah adalah salah satu mutiara bagi mama dan papa. Serta karna kami adalah SATU KELUARGA BESAR!! ^.^